RUU Penyiaran Harus Adaptif terhadap Era Digital, Perlu Reformulasi Kewenangan

17-06-2025 / KOMISI I
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Abraham Sridjaja dan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Mohamad Reza dalam Forum Legislasi di Ruang PPIP, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Foto : Mario/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran kembali menjadi sorotan dalam Forum Legislasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI. Forum bertema “Menjawab Tantangan Era Digital Lewat RUU Penyiaran Baru” ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Abraham Sridjaja dan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Mohamad Reza.

 

Dalam paparannya, Abraham menegaskan RUU Penyiaran menjadi prioritas legislasi yang mendesak untuk diselesaikan karena perkembangan teknologi dan media yang sangat cepat. “RUU Penyiaran ini sudah masuk ke Prolegnas prioritas Komisi I. Namun sejak diajukan tahun 2012, belum kunjung rampung. Padahal, dunia penyiaran telah berubah drastis—dulu belum ada Netflix, TikTok, hingga platform Over-The-Top (OTT) lainnya,” tegas Abraham di Ruang PPIP, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

 

Lebih lanjut, Abraham menyampaikan kekhawatiran soal potensi tumpang tindih kewenangan antar lembaga pengawas khususnya antara KPI, Dewan Pers ‘penyiaran’ menjadi krusial. “Apabila itu mau dilakukan judulnya harus dirubah RUU penyiaran dan plafon digital atau penyiaran dan konten digital. Kalau enggak, ini kami khawatirkan seperti yang kami sampaikan ada kan akan terjadi tumpang tindih,” tandasnya.

 

Menurut Legislator Fraksi Partai Golkar tersebut, penyiaran konvensional dan platform digital seharusnya diatur dengan pendekatan regulasi yang berbeda. “Kalau mau mengatur OTT, sebaiknya dibuat dalam undang-undang terpisah. Seperti di Amerika, TV konvensional diawasi oleh Federal Communications Commission (FCC) sedangkan platform digital diawasi oleh lembaga lain. Itu memberikan kejelasan hukum,” usul Abraham.

 

Menutup pernyataannya, ia menekankan Komisi I DPR tetap berkomitmen menuntaskan RUU Penyiaran ini tanpa membuka celah permainan oknum dan tanpa menimbulkan konflik kelembagaan. Komitmen tersebut, ungkap Abraham, tercermin dari Komisi I DPR RI yang telah menggelar rapat dengan Badan Keahlian baru-baru ini dalam kajian pembentukan lembaga baru.

 

“Kami kemarin sudah rapat dengan Badan Keahlian minta agar diterapkan kembali yang menjadi concern kita apa saja apakah perlu membentuk lembaga baru terkait dengan hal ini ataukah pemisahannya seperti apa. Intinya komitmen Komisi I adalah ingin diselesaikan secepat mungkin tanpa adanya tumpang tindih antara institusi atau lembaga. Dan jangan sampai kita membuka celah untuk menjadi permainan oknum tertentu terima kasih,” pungkas Abraham. (pun/aha)

BERITA TERKAIT
Soroti Ancaman Kebocoran Data, Sarifah: Payment ID Harus Dikaji Lebih Dalam
13-08-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Padang - Anggota Komisi I DPR RI Sarifah Ainun Jariyah menilai penerapan payment ID dalam setiap transaksi digital harus...
Oleh Soleh Minta Pemerintah Tak Kompromi Soal Penamaan Laut Ambalat
13-08-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Padang - Anggota Komisi I DPR RI Oleh Soleh menyatakan penolakan keras dan meminta Pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas...
Legislator Dorong Penataan Organisasi dan Infrastruktur TNI di Daerah
13-08-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Pangkal Pinang — Anggota Komisi I DPR RI Taufiq R. Abdullah mendorong adanya penataan organisasi dan infrastruktur Tentara Nasional...
Trinovi Soroti Rencana Pembentukan Satuan Baru di KOREM 042/Gapu Jambi
13-08-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jambi - Anggota Komisi I DPR RI, Trinovi Khairani, memberikan perhatian khusus terhadap rencana pembentukan satuan baru di jajaran...